Powered By Blogger

Senin, 21 Februari 2011

Jangan Sepelekan Ibu Rumah Tangga (Peran Besar Ibu Rumah Tangga)

Anda mungkin kagum mendengar nama Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Keuangan yang sekarang bekerja di Bank Dunia sebagai direktur pelaksana dan berkantor di Amerika Serikat. Lebih takjub lagi apabila melihat deretan profil wanita yang sukses memegang jabatan penting seperti Indira Gandhi, Golda Meir, Margareth Thatcher, Angela Markel, atau Ellen Johnson. Namun yang acap terlupakan, siapa yang mampu menjadikan mereka sukses? Keberhasilan tidak datang sendiri. Perlu bimbingan. Siapa yang berperan di balik kesuksesan mereka? Tak lain dan tak bukan adalah sosok Ibu Rumah Tangga. Begitu besarnya peranan seorang ibu rumah tangga.

Ketika tabungan anak anda yang baru berusia lima tahun mulai penuh, dan saat Anda bertanya, “Mau untuk apa Nak, uang tabungannya?” Hati terasa terharu ketika anak Anda menjawab, “Mau beli CD Murottal, Ma!” Padahal anak-anak lain seusianya kebanyakan menjawab, “Mau beli PS!”. Atau ketika ditanya tentang cita-citanya, “Adek pengin jadi muballegh yang paham!” Haru... mendengar jawaban seperti ini dari seorang anak tatkala anak-anak seusianya bermimpi, “Pengin jadi superman!”
Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten, bersungguh-sungguh dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakkal kepada Alloh. Lalu... jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja? Kita sama-sama tahu bahwa kondisi sekarang ini di sekitar bagaimana acara TV yang lebih banyak mudhorot daripada manfaatnya, maraknya game online dan internet di mana-mana, HP, lingkungan yang amburadul dan lain-lain. Siapa lagi kalau bukan kita wahai para ibu yang harus mendidik anak kita sendiri?

Memang terkdang kita merasa kagum ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji puluhan juta rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan tersebut menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negeri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah diraih. Benarkah seperti itu? Nanti dulu!

Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak wanita muslimah bergeser dari fitrahnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang wanita “menunjukkan eksistensi diri” di luar. Menggambarkan dan menganggap seolah-olah menjadi seorang ibu yang tinggal di rumah adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama, “Sekarang kerja di man?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk, “Saya ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar.

Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya, “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau di rumah saja mengurus suami dan anak-anak.” Padahal putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya, mengurus rumah tangga.

Pertumbuhan suatu bangsa pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan kepribadian sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illalloh, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Qur’an dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka cara beribadah kepada Alloh yang telah menciptakan mereka, mengajari akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Seorang ulama pernah memberikan tausiahnya, bahwa seorang ibu adalah ratu di dalam rumah tangga. Ini benar adanya.

Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar mandi. Bukan sekedar supaya anak tahu bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran yang luar biasa untuk membiasakannya.
Alloh telah berfirman dalam Al Qur’an :

“Hai orang –orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At Tahrim ayat 6). Firman Alloh, “Peliharalah dirimu dan keluargamu!” menggunakan Fi’il Amr (kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.
Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling kerjasama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawabannya.

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang ini sepertinya keadaannya sangat menyedihkan!Tidak semua memang tetapi banyak dari para ibu yang sibuk bekerja dan memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar apa tidak, atau bahkan tidak mengerjakannya.. Bagaiman mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji puluhan juta rupiah? Sungguh sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaiman kepribadian anak dibentuk. Sedih! Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akherat. Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dangan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Alloh.

Atau memang yang kit inginkan adalah kesuksesan karir anak kita yaitu meraih hidup yang “berkecukupan”? Cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar gaji 10 pembantu, mempunyai keluarga bahagai yang berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah disebutlah itu dengan bahagia?

Ingatlah ketika usia mulai senja, mata mulai rabun, pendengaran mulai kabur, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tidak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan, siapa yang mau mengurus kita kalau tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asyik dengan istri dan anak-anak mereka?
Ketika malaikat maut datang menjemput, ketika jasad telah dimasukkan ke dalam liang lahat, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri sudah tidak mampu berbuat apa-apa karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu...Masihkan kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata “Cuma”? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu? Ingatlah ibu adalah ratu dalam rumah tangga!.

Peran Istri Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah

Keluarga yang sakinah merupakan dambaan bagi setiap orang. Karena dalam keluarga sakinah seseorang akan dapat mengecap kebahagiaan yang tiada taranya. Dalam keluarga sakinah, seorang anak akan dapat tumbuh dengan baik, serta keharmonisan akan terus terjaga.

Banyak faktor yang mendasari terbentuknya sebuah keluarga yang sakinah. Peran dari masing-masing anggota juga sangat penting untuk dapat mewujudkan keluarga yang sakinah. Suami, istri, dan anggota keluarga lain memiliki peranan masing-masing.
Selain suami, peran seorang istri berpengaruh cukup besar untuk mampu menciptkan sebuah keluarga saminah. Hal ini karena tanggung jawab utama seorang istri (bersama suami) adalah menciptakan keutuhan dalam rumah tangga. Lantas bagaimanakah cara seorang istri untuk menciptakan keluarga sakinah? Jawabnya adalah banyak! Diantara sekian banyak peran istri, beberapa hal yang cukup penting dan kadang terlupakan oleh seorang istri adalah:

1. Memberikan sambutan yang menyenangkan
Tugas utama seorang suami adalah mencari nafkah untuk keluarganya. Suami akan berusaha semaksimal mungkin menafkahi keluarganya dengan cara yang halal. Setelah seharian bekerja di luar rumah, tentunya sangat penat, lelah dan capek akan dirasakan oleh suami. Di sinilah peran istri untuk menghilangkan, atau setidaknya mengurangi rasa penat suaminya.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang istri dalam menyambut pulangnya sang “nahkoda”, diantaranya adalah :

Menampakkan wajah cerah
Sambutlah kedatangan suami dengan wajah yang cerah. Karena menyambut kedatangan suami dengan wajah yang cerah akan mengurangi rasa penat yang ada. Jangan menyambut suami yang beru pulang kerja dengan wajah cemberut, apalagi marah-marah. Hal ini akan membuat suami yang telah lelah bekerja menjadi kesal.

Menyampaikan berita yang menyenangkan
Apabila istri mempunyai beberapa berita untuk suami, baik itu yang menyenangkan maupun yang kurang mengenakkan hati, jangan langsung memberitahukannya sekaligus. Sampaikan berita yang menyenangkan dahulu kepada suami.Setelah suami beristirahat dan rasa lelahnya berkurang atau bahkan hilang, baru sampaikan kepadanya berita yang kurang menyenangkan. Hal ini akan berpengaruh pada respon suami terhadap berita tersebut.

Mengungkapkan kerinduan
Ucapkan kata-kata yang manis kepada suami sebagai tanda kerinduan sang istri pada suaminya. Kata-kata yang mengandung kerinduan dari sang istri akan mampu mengembalikan semangat suami, setelah seharian berpeluh mencari nafkah.

Menyajikan hidangan untuk suami
Alangkah baiknya jika kedatangan suami juga disambut dengan hidangan ringan, sebelum melakukan makan bersama. Hidangan ini dapat berupa minuman hangat, baik berupa teh, kopi atau minuman lain kesukaan suami. Apalagi ditambah dengan camilan kecil. Dengan menyajikan hidangan ini suami akan merasa lebih diperhatikan.

2. Memperindah dan memperlembut suara
Kita kadang sering menjumpai seorang istri yang menyambut kedatangan suaminya dengan hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan. Entah itu dengan nada kesal, marah, atau lainnya. Terlebih lagi jika suami terlambat pulang. Janganlah hal ini dilakukan, karena hanya akan memancing emosi dari suami. Apapun yang terjadi berbicaralah kepada suami dengan lembut dan santun. Jika istri berbicara dengan suami secara lembut, maka suami dengan sendirinya akan menghargai sang istri.

3. Berhias
Sudah menjadi kebiasaan wanita jaman sekarang untuk tampil mempercantik diri dengan berhias. Namun sayangnya mereka (terutama para istri) berhias jika hanya akan keluar rumah. Padahal jelas-jelas dalam sebuah hadist, Rosululloh menganjurkan istri supaya berhias untuk suami mereka. Namun justru istri berhias jika ingin pergi keluar rumah, dan tampil “acak-acakan” jika dalam rumah meskipun ada suaminya.
Hal inilah yang harus dirubah. Sebaiknya para istri berhias untuk suami mereka, sehingga suaminya merasa betah di rumah serta bangga dengan istrinya.

4. Melayani kebutuhan biologis suami...Ehem
Seorang istri diwajibkan untuk melayani kebutuhan biologis suami, kecuali jika sedang ada “halangan”. Dalam melayani suami seorang istri harus melakukannya dengan ikhlas sehingga suami merasa senang dengan pelayanan sang istri sehingga tidak tertarik dengan “rumput” lain di luar rumah.

5. Ikhlas menerima keadaan
Seorang istri sebaiknya merasa ikhlas dalam menerima keadaan keluarga. Apapun keadaan keluarganya, istri yang ikhlas dalam menerimanya akan meningkatkan rasa sayang suami. Meskipun kekurangan, tapi jika ikhlas menerimanya, insya Alloh akan menjadi barokah.

6. Menjaga kesetiaan
Setia adalah salah satu kunci dalam membina keutuhan sebuah keluarga. Baik suami atau istri wajib untuk menjaga kesetiaannya terhadap pasangan hidup masing-masing. Dengan menjaga kesetiaan, insya Alloh kehidupan keluarga akan bahagia.

7. Meredakan amarah suami
Sering karena suatu hal, suami marah entah terhadap istri, anak-anak maupun hal-hal lain. Jika suami sedang marah, istri jangan lantas ikutan marah. Hal ini hanya akan berakibat fatal. Redakan amarah suami dengan bujukan dan rayuan, karena bukankah seorang wanita itu pintar dalam mencuri hati laki-laki?

8. Menjaga kehormatan
Kehormatan di sini bukan hanya kehormatan sang istri sendiri. Istri juga harus mampu menjaga kehormatan keluarganya. Jangan umbar aib keluarga kepada orang lain, meskipun itu orang tua sendiri. Hal ini hanya akan membuat kehormatan keluarga tercoreng.

9. Memuliakan keluarga dan tamu suami
Anggaplah keluarga suami sebagai keluarga sendiri. Hargai dan hormati tamu-tamu yang ingin bertemu dengan suami. Jangan karena tamu suami, sang istri tidak mau menghargainya. Hal ini hanya akan menimbulkan perpecahan dalam keluarga.

10. Sabar
Bersabarlah dalam menghadapi kehidupan ini. Apapun yang terjadi, sikap sabar merupakan hal yang paling utama.

11. Merapikan rumah
Rumah yang rapi, bersih, dan nyaman merupakan rumah yang disenangi oleh semua anggota keluarga. Merapikan rumah adalah salah satu tanggung jawab istri. Jangan biarkan rumah dalam keadaan berantakan, karena hanya akan membuat penghuninya tidak merasa betah untuk tinggal di dalamnya.

12. Menghormati dan menghargai orang tua suami
Acapkali dijumpai seorang istri sangat menghormat suaminya tetapi kurang bahkan tidak menghormati pada orang tua suaminya, bahkan meremehkannya. Hal ini jangan sampai terjadi karena sejatinya seorang suami yang harus ditaatinya itupun masih harus menghormat dan mengagungkan orang tuanya. Ingat ridho Alloh beserta ridho orang tua, dan murkanya Alloh beserta murka orang tua.

Jika istri,suami, dan anggota keluarga lain sudah tahu dan menjalankan tugas-tugasnya, insya Alloh keluarga sakinah yang diidamkan akan terwujud. Amiin.